Fulus.biz.id - Bagaimana mungkin sebuah negara dapat dikatakan demokratis jika hanya segelintir orang yang menikmati kekayaannya? Demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya mengurangi kesenjangan dalam bidang ekonomi adalah demokrasi yang terpisah dari realitas sosial dan ekonomi sebagian besar rakyatnya.
Ketika kita membicarakan tentang demokrasi, kebanyakan yang terlintas dalam pikiran kita adalah pemilu bebas, kebebasan berbicara, dan perlindungan hak-hak sipil. Namun, tanpa kesetaraan ekonomi, apakah semua ini cukup untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata?
Dapat dilihat dari berbagai studi kasus di negara-negara yang mengklaim dirinya demokratis. Misalnya, di Amerika Serikat, meskipun terdapat mekanisme demokratis yang kuat, kesenjangan ekonomi yang terus meningkat telah menyebabkan kekecewaan yang besar di kalangan rakyat. Sementara itu, negara-negara Skandinavia, yang juga menerapkan demokrasi, cenderung memiliki kesenjangan ekonomi yang lebih rendah karena adanya kebijakan redistribusi kekayaan yang kuat dan sistem kesejahteraan sosial yang inklusif.
Kesenjangan ekonomi yang tinggi dapat mengikis dasar-dasar demokrasi karena menyebabkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap sistem. Ini juga dapat mengakibatkan meningkatnya polarisasi politik, dimana rakyat menjadi terbagi berdasarkan lini ekonomi dan sosial, bukan berdasarkan ide politik atau nilai. Kebijakan publik yang dibuat dalam kondisi seperti ini biasnaya lebih mementingkan kepentingan ekonomi dari pada kepentingan umum, sehingga demokrasi hanya menjadi alat legitimasi tanpa substansi egalitarian yang sebenarnya.
Sejarah dan Pengertian Demokrasi
Demokrasi, yang bermula dari akar kata Yunani 'demos' yang berarti rakyat, dan 'kratos' yang berarti kekuasaan, merupakan sebuah ide bahwa kekuasaan harus berada di tangan rakyat. Sejarah mencatat bagaimana perjuangan panjang dalam mewujudkan sistem pemerintahan ini, dari era Revolusi Prancis yang menuntut liberte, egalite, fraternite, sampai kepada gerakan hak sipil di Amerika Serikat yang berjuang melawan segregasi rasial dan diskriminasi.Pengaruh Ekonomi dalam Demokrasi
Dalam diskusi tentang demokrasi, terkadang yang diabaikan adalah bahwa kebebasan politik yang tidak dibarengi dengan keadilan ekonomi cenderung menciptakan sebuah sistem yang oligarkis, dimana hanya mereka yang memiliki sumber daya ekonomi yang cukup yang dapat memanfaatkan hak-hak politiknya secara penuh. Ini menciptakan paradoks di mana demokrasi tampaknya berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar, namun pada kenyataannya, kekuasaan politik tetap berada di tangan mereka yang memiliki kekuasaan ekonomi.Dapat dilihat dari berbagai studi kasus di negara-negara yang mengklaim dirinya demokratis. Misalnya, di Amerika Serikat, meskipun terdapat mekanisme demokratis yang kuat, kesenjangan ekonomi yang terus meningkat telah menyebabkan kekecewaan yang besar di kalangan rakyat. Sementara itu, negara-negara Skandinavia, yang juga menerapkan demokrasi, cenderung memiliki kesenjangan ekonomi yang lebih rendah karena adanya kebijakan redistribusi kekayaan yang kuat dan sistem kesejahteraan sosial yang inklusif.
Kesenjangan ekonomi yang tinggi dapat mengikis dasar-dasar demokrasi karena menyebabkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap sistem. Ini juga dapat mengakibatkan meningkatnya polarisasi politik, dimana rakyat menjadi terbagi berdasarkan lini ekonomi dan sosial, bukan berdasarkan ide politik atau nilai. Kebijakan publik yang dibuat dalam kondisi seperti ini biasnaya lebih mementingkan kepentingan ekonomi dari pada kepentingan umum, sehingga demokrasi hanya menjadi alat legitimasi tanpa substansi egalitarian yang sebenarnya.